Senin, 25 Juli 2011

UUD RI No. 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
GERAKAN PRAMUKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk

mengembangkan potensi diri serta memiliki akhlak

mulia, pengendalian diri, dan kecakapan hidup bagi

setiap warga negara demi tercapainya kesejahteraan

masyarakat;

b. bahwa pengembangan potensi diri sebagai hak asasi

manusia harus diwujudkan dalam berbagai upaya

penyelenggaraan pendidikan, antara lain melalui

gerakan pramuka;

c. bahwa gerakan pramuka selaku penyelenggara

pendidikan kepramukaan mempunyai peran besar

dalam pembentukan kepribadian generasi muda

sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan

hidup untuk menghadapi tantangan sesuai dengan

tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan

global;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku

saat ini belum secara komprehensif mengatur gerakan

pramuka;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf

d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Gerakan

Pramuka;

Mengingat . . .

2 -

Mengingat : Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C,

dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GERAKAN PRAMUKA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk

oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan

kepramukaan.

2. Pramuka adalah warga negara Indonesia yang aktif

dalam pendidikan kepramukaan serta mengamalkan

Satya Pramuka dan Darma Pramuka.

3. Kepramukaan adalah segala aspek yang berkaitan

dengan pramuka.

4. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan

kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia

pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilainilai

kepramukaan.

5. Gugus Depan adalah satuan pendidikan dan satuan

organisasi terdepan penyelenggara pendidikan

kepramukaan.

6. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepramukaan adalah

satuan pendidikan untuk mendidik, melatih, dan

memberikan sertifikasi kompetensi bagi tenaga

pendidik kepramukaan.

7. Satuan Komunitas Pramuka adalah satuan organisasi

penyelenggara pendidikan kepramukaan yang

berbasis, antara lain profesi, aspirasi, dan agama.

8. Satuan Karya Pramuka adalah satuan organisasi

penyelenggara pendidikan kepramukaan bagi peserta

didik sebagai anggota muda untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan di bidang

tertentu.

9. Gugus Darma Pramuka adalah satuan organisasi bagi

anggota pramuka dewasa untuk memajukan gerakan

pramuka.

10. Kwartir adalah satuan organisasi pengelola gerakan

pramuka yang dipimpin secara kolektif pada setiap

tingkatan wilayah.

11. Majelis Pembimbing adalah dewan yang memberikan

bimbingan kepada satuan organisasi gerakan

pramuka.

12. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,

adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau

walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.

14. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan

pemuda.

BAB II

ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

Gerakan pramuka berasaskan Pancasila.

Pasal 3

Gerakan pramuka berfungsi sebagai wadah untuk

mencapai tujuan pramuka melalui:

a. pendidikan dan pelatihan pramuka;

b. pengembangan pramuka;

c. pengabdian masyarakat dan orang tua; dan

d. permainan yang berorientasi pada pendidikan.

Pasal 4

Gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk setiap

pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman,

bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum,

disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan

memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam

menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik

Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan

lingkungan hidup.

BAB III

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN

Bagian Kesatu

Dasar, Kode Kehormatan, Kegiatan,

Nilai-Nilai, dan Sistem Among

Pasal 5

Pendidikan kepramukaan dilaksanakan berdasarkan pada

nilai dan kecakapan dalam upaya membentuk kepribadian

dan kecakapan hidup pramuka.

Pasal 6

(1) Kode kehormatan pramuka merupakan janji dan

komitmen diri serta ketentuan moral pramuka dalam

pendidikan kepramukaan.

(2) Kode kehormatan pramuka terdiri atas Satya

Pramuka dan Darma Pramuka.

(3) Kode kehormatan pramuka sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilaksanakan, baik dalam kehidupan

pribadi maupun bermasyarakat secara sukarela dan

ditaati demi kehormatan diri.

(4) Satya Pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berbunyi:

“Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguhsungguh

menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan

Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, mengamalkan Pancasila, menolong sesama

hidup, ikut serta membangun masyarakat, serta

menepati Darma Pramuka.”

(5) Darma Pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berbunyi:

Pramuka itu:

a. takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. cinta alam dan kasih sayang sesama manusia;

c. patriot yang sopan dan kesatria;

d. patuh dan suka bermusyawarah;

e. rela menolong dan tabah;

f. rajin, terampil, dan gembira;

g. hemat, cermat, dan bersahaja;

h. disiplin, berani, dan setia;

i. bertanggung jawab dan dapat dipercaya; dan

j. suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Pasal 7

(1) Kegiatan pendidikan kepramukaan dilaksanakan

dengan berlandaskan pada kode kehormatan

pramuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

(2).

(2) Kegiatan pendidikan kepramukaan dimaksudkan

untuk meningkatkan kemampuan spiritual dan

intelektual, keterampilan, dan ketahanan diri yang

dilaksanakan melalui metode belajar interaktif dan

progresif.

(3) Metode belajar interaktif dan progresif sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui interaksi:

a. pengamalan kode kehormatan pramuka;

b. kegiatan belajar sambil melakukan;

c. kegiatan yang berkelompok, bekerja sama, dan

berkompetisi;

d. kegiatan yang menantang;

e. kegiatan di alam terbuka;

f. kehadiran orang dewasa yang memberikan

dorongan dan dukungan;

g. penghargaan berupa tanda kecakapan; dan

h. satuan terpisah antara putra dan putri.

(4) Penerapan metode belajar sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) disesuaikan dengan kemampuan fisik

dan mental pramuka.

(5) Penilaian . . .

- 7 -

(5) Penilaian atas hasil pendidikan kepramukaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

dengan berdasarkan pada pencapaian persyaratan

kecakapan umum dan kecakapan khusus serta

pencapaian nilai-nilai kepramukaan.

(6) Pencapaian hasil pendidikan kepramukaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan

dalam sertifikat dan/atau tanda kecakapan umum

dan kecakapan khusus.

Pasal 8

(1) Nilai kepramukaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 mencakup:

a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa;

b. kecintaan pada alam dan sesama manusia;

c. kecintaan pada tanah air dan bangsa;

d. kedisiplinan, keberanian, dan kesetiaan;

e. tolong-menolong;

f. bertanggung jawab dan dapat dipercaya;

g. jernih dalam berpikir, berkata, dan berbuat;

h. hemat, cermat, dan bersahaja; dan

i. rajin dan terampil.

(2) Nilai kepramukaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) merupakan inti kurikulum pendidikan

kepramukaan.

Pasal 9

Kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri

atas:

a. kecakapan umum; dan

b. kecakapan khusus.

Pasal 10 . . .

- 8 -

Pasal 10

(1) Kegiatan pendidikan kepramukaan dilaksanakan

dengan menggunakan sistem among.

(2) Sistem among merupakan proses pendidikan

kepramukaan yang membentuk peserta didik agar

berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam

hubungan timbal balik antarmanusia.

(3) Sistem among sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) dilaksanakan dengan menerapkan

prinsip kepemimpinan:

a. di depan menjadi teladan;

b. di tengah membangun kemauan; dan

c. di belakang mendorong dan memberikan motivasi

kemandirian.

Bagian Kedua

Jalur dan Jenjang

Pasal 11

Pendidikan kepramukaan dalam Sistem Pendidikan

Nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang

diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan pramuka

dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia,

berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi

nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup.

Pasal 12

Jenjang pendidikan kepramukaan terdiri atas jenjang

pendidikan:

a. siaga;

b. penggalang;

c. penegak; dan

d. pandega.

- 9 -

Bagian Ketiga

Peserta Didik, Tenaga Pendidik, dan Kurikulum

Pasal 13

(1) Setiap warga negara Indonesia yang berusia 7 sampai

dengan 25 tahun berhak ikut serta sebagai peserta

didik dalam pendidikan kepramukaan.

(2) Peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri atas:

a. pramuka siaga;

b. pramuka penggalang;

c. pramuka penegak; dan

d. pramuka pandega.

(3) Peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dalam pendidikan kepramukaan disebut sebagai

anggota muda.

Pasal 14

(1) Tenaga pendidik dalam pendidikan kepramukaan

terdiri atas:

a. pembina;

b. pelatih;

c. pamong; dan

d. instruktur.

(2) Tenaga pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi persyaratan standar tenaga pendidik.

(3) Tenaga pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dalam pendidikan kepramukaan disebut sebagai

anggota dewasa.

Pasal 15 . . .

- 10 -

Pasal 15

Kurikulum pendidikan kepramukaan yang mencakup

aspek nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

dan kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

disusun sesuai dengan jenjang pendidikan kepramukaan

dan harus memenuhi persyaratan standar kurikulum yang

ditetapkan oleh badan standardisasi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Satuan Pendidikan Kepramukaan

Pasal 16

Satuan pendidikan kepramukaan terdiri atas:

a. gugus depan; dan

b. pusat pendidikan dan pelatihan.

Bagian Kelima

Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi

Pasal 17

(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu

pendidikan kepramukaan sebagai bentuk akuntabilitas

penyelenggaraan pendidikan kepramukaan kepada

pihak yang berkepentingan.

(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, tenaga

pendidik, dan kurikulum, pada setiap jenjang dan

satuan pendidikan kepramukaan.

(3) Evaluasi terhadap peserta didik dilakukan oleh

pembina.

(4) Evaluasi . . .

- 11 -

(4) Evaluasi terhadap tenaga pendidik dilakukan oleh

pusat pendidikan dan pelatihan nasional yang

dibentuk oleh kwartir nasional.

(5) Evaluasi terhadap kurikulum pendidikan kepramukaan

dilakukan oleh pusat pendidikan dan pelatihan

nasional yang dibentuk oleh kwartir nasional.

Pasal 18

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan

kegiatan dan satuan pendidikan kepramukaan pada

setiap jenjang pendidikan kepramukaan.

(2) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat

terbuka dan dilakukan oleh lembaga akreditasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

(1) Sertifikat berbentuk tanda kecakapan dan sertifikat

kompetensi.

(2) Tanda kecakapan diberikan kepada peserta didik

sebagai pengakuan terhadap kompetensi peserta didik

melalui penilaian terhadap perilaku dalam

pengamalan nilai serta uji kecakapan umum dan uji

kecakapan khusus sesuai dengan jenjang pendidikan

kepramukaan.

(3) Sertifikat kompetensi bagi tenaga pendidik diberikan

oleh pusat pendidikan dan pelatihan kepramukaan

pada tingkat nasional.

BAB IV . . .

- 12 -

BAB IV

KELEMBAGAAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 20

(1) Gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan

nonpolitis.

(2) Satuan organisasi gerakan pramuka terdiri atas:

a. gugus depan; dan

b. kwartir.

Pasal 21

Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat

(2) huruf a meliputi gugus depan berbasis satuan

pendidikan dan gugus depan berbasis komunitas.

Pasal 22

(1) Gugus depan berbasis satuan pendidikan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi

gugus depan di lingkungan pendidikan formal.

(2) Gugus depan berbasis komunitas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 meliputi gugus depan

komunitas kewilayahan, agama, profesi, organisasi

kemasyarakatan, dan komunitas lain.

Pasal 23

Kwartir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)

huruf b terdiri atas:

a. kwartir ranting;

b. kwartir cabang;

c. kwartir daerah; dan

d. kwartir nasional.

Bagian Kedua . . .

- 13 -

Bagian Kedua

Pembentukan dan Kepengurusan Organisasi

Pasal 24

Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat

(2) huruf a dibentuk melalui musyawarah anggota

pramuka.

Pasal 25

(1) Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

dapat membentuk kwartir ranting.

(2) Kwartir ranting sebagaimana pada ayat (1) dapat

membentuk kwartir cabang.

Pasal 26

(1) Kwartir cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 ayat (2) dapat membentuk kwartir daerah.

(2) Kwartir daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat membentuk kwartir nasional.

Pasal 27

(1) Kepengurusan kwartir sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 23 dipilih oleh pengurus organisasi gerakan

pramuka yang berada di bawahnya secara demokratis

melalui musyawarah kwartir.

(2) Kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak terikat dengan jabatan publik.

Bagian Ketiga

Kwartir Ranting, Kwartir Cabang, Kwartir Daerah, dan Kwartir Nasional

Pasal 28

(1) Kwartir ranting sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23 huruf a merupakan satuan organisasi gerakan

pramuka di kecamatan.

(2) Kwartir . . .

- 14 -

(2) Kwartir ranting mempunyai tugas memimpin dan

mengendalikan gerakan pramuka dan kegiatan

kepramukaan di kecamatan.

(3) Kwartir ranting sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibentuk oleh paling sedikit 5 (lima) gugus depan

melalui musyawarah ranting.

(4) Kepengurusan kwartir ranting dibentuk melalui

musyawarah ranting.

(5) Kepemimpinan kwartir ranting bersifat kolektif.

(6) Musyawarah ranting sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) merupakan forum untuk:

a. pertanggungjawaban organisasi;

b. pemilihan dan penetapan kepengurusan

organisasi kwartir ranting; dan

c. penetapan rencana kerja organisasi.

Pasal 29

(1) Kwartir cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

huruf b merupakan organisasi gerakan pramuka di

kabupaten/kota.

(2) Kwartir cabang mempunyai tugas memimpin dan

mengendalikan gerakan pramuka dan kegiatan

kepramukaan di kabupaten/kota.

(3) Kwartir cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibentuk melalui musyawarah cabang.

(4) Kepengurusan kwartir cabang dibentuk melalui

musyawarah cabang.

(5) Kepemimpinan kwartir cabang bersifat kolektif.

(6) Musyawarah cabang sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) merupakan forum untuk:

a. pertanggungjawaban organisasi;

b. pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi

kwartir cabang; dan

- 15 -

c. penetapan rencana kerja organisasi.

Pasal 30

(1) Kwartir daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

huruf c merupakan organisasi gerakan pramuka di

provinsi.

(2) Kwartir daerah mempunyai tugas memimpin dan

mengendalikan gerakan pramuka dan kegiatan

kepramukaan di provinsi.

(3) Kwartir daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibentuk melalui musyawarah daerah.

(4) Kepengurusan kwartir daerah dibentuk melalui

musyawarah daerah.

(5) Kepemimpinan kwartir daerah bersifat kolektif.

(6) Musyawarah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) merupakan forum untuk:

a. pertanggungjawaban organisasi;

b. pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi

kwartir daerah; dan

c. penetapan rencana kerja organisasi.

Pasal 31

(1) Kwartir nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23 huruf d merupakan organisasi gerakan pramuka

lingkup nasional.

(2) Kwartir nasional mempunyai tugas memimpin dan

mengendalikan gerakan pramuka serta kegiatan

kepramukaan lingkup nasional.

(3) Kwartir nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibentuk melalui musyawarah nasional.

(4) Kepengurusan kwartir nasional dibentuk melalui

musyawarah nasional.

(5) Kepemimpinan kwartir nasional bersifat kolektif.

(6) Musyawarah . . .

- 16 -

(6) Musyawarah nasional sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) merupakan forum musyawarah tertinggi

untuk:

a. pertanggungjawaban organisasi;

b. pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi

kwartir nasional;

c. perubahan dan penetapan anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga; dan

d. penetapan rencana kerja strategis organisasi.

Bagian Keempat

Organisasi Pendukung

Pasal 32

(1) Satuan organisasi gerakan pramuka sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, huruf c, dan huruf

d sesuai dengan tingkatannya dapat membentuk:

a. satuan karya pramuka;

b. gugus darma pramuka;

c. satuan komunitas pramuka;

d. pusat penelitian dan pengembangan;

e. pusat informasi; dan/atau

f. badan usaha.

(2) Ketentuan mengenai organisasi pendukung gerakan

pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga.

Bagian Kelima . . .

- 17 -

Bagian Kelima

Majelis Pembimbing

Pasal 33

(1) Pada setiap gugus depan dan kwartir sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dapat dibentuk

majelis pembimbing.

(2) Majelis pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bertugas memberikan bimbingan moral dan

keorganisatorisan serta memfasilitasi penyelenggaraan

pendidikan kepramukaan.

(3) Majelis pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terdiri atas unsur:

a. Pemerintah;

b. pemerintah daerah; dan

c. tokoh masyarakat.

(4) Majelis pembimbing dari unsur tokoh masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c harus

memiliki komitmen yang tinggi terhadap gerakan

pramuka.

Pasal 34

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi,

tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja

gugus depan, kwartir, dan majelis pembimbing

ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga gerakan pramuka.

(2) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gerakan

pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh musyawarah nasional.

Bagian Keenam . . .

- 18 -

Bagian Keenam

Atribut

Pasal 35

(1) Gerakan pramuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal

20 ayat (2) memiliki atribut berupa:

a. lambang;

b. bendera;

c. panji;

d. himne; dan

e. pakaian seragam.

(2) Atribut gerakan pramuka sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) didaftarkan hak ciptanya.

BAB V

TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 36

Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas:

a. menjamin kebebasan berpendapat dan berkarya dalam

pendidikan kepramukaan;

b. membimbing, mendukung, dan memfasilitasi

penyelenggaraan pendidikan kepramukaan secara

berkelanjutan dan berkesinambungan; dan

c. membantu ketersediaan tenaga, dana, dan fasilitas

yang diperlukan untuk pendidikan kepramukaan.

Pasal 37

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang untuk

melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan

pendidikan kepramukaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Pengawasan . . .

- 19 -

(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyelengaraan

pendidikan kepramukaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, dan gubernur,

serta bupati/walikota.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 38

Setiap peserta didik berhak:

a. mengikuti pendidikan kepramukaan;

b. menggunakan atribut pramuka;

c. mendapatkan sertifikat dan/atau tanda kecakapan

kepramukaan; dan

d. mendapatkan perlindungan selama mengikuti kegiatan

kepramukaan.

Pasal 39

Setiap peserta didik berkewajiban:

a. melaksanakan kode kehormatan pramuka;

b. menjunjung tinggi harkat dan martabat pramuka; dan

c. mematuhi semua persyaratan dan ketentuan

pendidikan kepramukaan.

Pasal 40

Orang tua berhak mengawasi penyelenggaraan pendidikan

kepramukaan dan memperoleh informasi tentang

perkembangan anaknya.

Pasal 41 . . .

- 20 -

Pasal 41

Orang tua berkewajiban untuk:

a. membimbing, mendukung, dan membantu anak dalam

mengikuti pendidikan kepramukaan; dan

b. membimbing, mendukung, dan membantu satuan

pendidikan kepramukaan sesuai dengan kemampuan.

Pasal 42

Masyarakat berhak untuk berperan serta dan memberikan

dukungan sumber daya dalam kegiatan pendidikan

kepramukaan.

BAB VII

KEUANGAN

Pasal 43

(1) Keuangan gerakan pramuka diperoleh dari:

a. iuran anggota sesuai dengan kemampuan;

b. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat; dan

c. sumber lain yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

(2) Selain sumber keuangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah

dapat memberikan dukungan dana dari anggaran

pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran

pendapatan dan belanja daerah.

(3) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, selain berupa uang dapat juga berupa

barang atau jasa.

Pasal 44 . . .

- 21 -

Pasal 44

Pengelolaan keuangan gerakan pramuka dilaksanakan

secara transparan, tertib, dan akuntabel serta diatur

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45

Satuan organisasi gerakan pramuka dilarang:

a. menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan

Pemerintah; atau

b. memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan

kepentingan bangsa dan negara.

Pasal 46

(1) Satuan organisasi gerakan pramuka yang melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45

dapat dibekukan oleh Pemerintah atau pemerintah

daerah.

(2) Satuan organisasi gerakan pramuka yang telah

dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 45 dapat dibubarkan berdasarkan

putusan pengadilan.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 47

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. organisasi gerakan pramuka dan organisasi lain yang

menyelenggarakan pendidikan kepramukaan yang ada

sebelum Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui

keberadaannya;

b. satuan . . .

- 22 -

b. satuan atau badan kelengkapan dari organisasi

sebagaimana dimaksud dalam huruf a tetap

menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab

organisasi yang bersangkutan;

c. aset yang dimiliki oleh organisasi sebagaimana

dimaksud dalam huruf a tetap menjadi aset organisasi

yang bersangkutan; dan

d. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi

sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib

disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini

dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-

Undang ini diundangkan.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

gerakan pramuka yang bertentangan dengan ketentuan

Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 49

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar . . .

- 23 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 24 November 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 24 November 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 131

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Minggu, 24 Juli 2011

Payung Hukum Baru di Usia 50

0 Comments 28 Oktober 2010
Pyung Hukum
Suasana di DPR-RI

“Prok … prok … prok.” Tepuk Pramuka berkumandang di ruang sidang paripurna Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan. Ratusan anggota dewan yang terhormat ini tidak canggung bertepuk Pramuka setelah Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng menyampaikan pandangan akhir tentang Rancangan Undang-Undang Gerakan Pramuka.

Selasa, 26 Oktober 2010, Sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyampaikan “Dengan ini Rancangan Undang-Undang Gerakan Pramuka disahkan menjadi undang-undang,” kata Priyo. Priyo yang ketika remaja tahun 1980-an juga pernah menjadi anggota pramuka, mengaku kagum dengan organisasi ini. Seluruh fraksi sepakat menyetujui rancangan undang-undang ini.

Ketukan palu sidang oleh Priyo menandakan babak baru organisasi kepramukaan di Indonesia. Maklum selama ini dasar hukumnya hanya berupa Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka. Melalui keputusan tersebut, organisasi-organisasi kepanduan yang ada, melebur diri ke dalam wadah baru bernama Gerakan Pramuka.

Ketua Komisi Pendidikan DPR Mahyuddin dalam sambutannya memaparkan, undang-undang ini disusun untuk menghidupkan kembali semangat dan perjuangan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan, katanya, harus bersifat mandiri, sukarela, dan non-politis dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Undang-undang ini juga mengatur hak dan kewajiban orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan.

Andi Mallarangeng yang mewakili Pemerintah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung penuh terbitnya Undang-Undang Gerakan Pramuka. Menurut Andi, kini Pramuka di Indonesia memiliki payung hukum dan bakal lebih bergairah dalam melakukan semua kegiatannya. “Pramuka selama ini telah memberikan kontribusi yang cukup penting dalam perjuangan negeri ini,” tegasnya.

Andi menjelaskan dengan disahkannya undang-undang akan menjadi pijakan penting melakukan Revitalisasi Gerakan Pramuka sesuai yang dinginkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pramuka Indonesia, ujarnya, harus bisa menjadi bagian penting dari Pramuka dunia.

Undang-Undang Gerakan Pramuka memang memberi ruang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat dalam pendidikan kepramukaan. “Mereka dapat membentuk gugusdepan (gudep) Pramuka berbasis komunitas, selain gugus depan berbasis sekolah.” Hizbul Wathan dan Pandu Keadilan, ujar Andi Mallarangeng, berhak mendirikan gudep.

Hizbul Wathan–organisasi kepanduan milik Muhammadiyah sebelum tahun 1961–hidup kembali di awal Reformasi. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera membentuk Pandu Keadilan. Menurut Andi, kedua organisasi tersebut dapat membentuk satuan komunitas di tingkat kwartir dan mengadakan kegiatan tersendiri. Pasal 22 dalam Undang-Undang Gerakan Pramuka menjelaskan gudep berbasis komunitas meliputi komunitas kewilayahan, agama, profesi, organisasi kemasyarakatan, dan lainnya.

Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Azrul Azwar mengajak Hizbul Wathan dan Pandu Keadilan bahu-membahu mendidik generasi muda agar memiliki karakter yang sesuai dengan nilai Pancasila dalam menghadapi era globalisasi. “Kini saatnya menyingkirkan kepentingan individu dan kelompok,” kata Azrul setelah menghadiri Sidang Paripurna DPR.

Menurut Azrul, selama ini pihaknya terbuka terhadap aspirasi lembaga dan kelompok masyarakat untuk membentuk gudep Pramuka. Sekolah-sekolah Muhammadiyah misalnya, sejak 1980-an mendirikan gudep. Begitu juga pondok pesantren seperti Gontor dan Darunnajah telah lama memiliki gudep.

Lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Sekolah Islam Terpadu juga memiliki gudep. Pada Maret 2008 mereka mengadakan jambore tingkat nasional di Bumi Perkemahan Cibubur, yang diikuti ribuan anggotanya. Pembukaan acara ini dilakukan oleh Hidayat Nur Wahid, mantan Ketua Majelis Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera. Ketua Kwarnas Azrul Azwar hadir untuk menyematkan kacu merah-putih kepada perwakilan peserta.

Di lingkungan lembaga pendidikan Kristen dan Katolik, Gudep Pramuka juga menjadi salah satu wadah aktivitas siswanya. Begitu pula Gudep Pramuka di bawah naungan organisasi keagamaan Hindu dan Budha. Anggota Penggalang dan Penegak dari Gudep kekhususan ini selalu mengikuti kegiatan Pramuka di tingkat daerah, nasional dan internasional.

Beberapa pekan lagi, Kwartir Nasional akan meresmikan Gudep komunitas berbasis Sekolah Islam Terpadu dan Katolik serta Perguruan Taman Siswa. Ketua Yayasan Majelis Luhur Taman Siswa Tyasno Sudarto sudah bertemu dengan Ketua Kwarnas Azrul Azwar membicarakan hal ini. “Mari kita bekerjasama membangun karakter generasi muda dan menyiapkan mereka menghadapi isu-isu global seperti konsumerisme, kesehatan masyarakat, perubahan iklim dan lainnya,” kata Azrul yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jadi, kata Azrul, Undang-undang Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka tidak melanggar pasal 28C UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Pasal 47 UU ini mengamanatkan dalam jangka waktu dua tahun, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Gerakan Pramuka harus disesuaikan dengan ketentuan UU yang baru.

Kwartir Nasional sendiri pada awal November 2010 mengadakan rapat bersama pimpinan kwartir daerah di Cibubur, Jakarta Timur. Peserta rapat sepakat merampungkan draft anggaran dasar dan anggaran rumah tangga pada tahun 2011. Setahun berikutnya baru dilakukan musyawarah nasional untuk menetapkan aturan yang baru. Diharapkan undang-undang ini jadi kado istimewa untuk peringatan 50 tahun Gerakan Pramuka pada 14 Agustus 2011 dan 100 tahun kepanduan di Indonesia pada tahun 2012.

Wk. Untung Widyanto/Andalan Nasional

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More